Iman Dan Sebab-Sebab Kemundurannya

Iman menurut pengertian bahasa adalah meyakini dengan sebenar-benarnya. Iman adalah lawan dari kekufuran. Orang yang beriman berarti orang yang membenarkan dan meyakini sesuatu.
Dalam tinjauan syariat, iman, sebagaimana diterangkan dalam hadits, adalah, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, serta kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)

Pembaca Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Dirahmati Allah
Banyak orang berkata “kami beriman kepada Allah.” Sayangnya, mereka mencampuradukkan antara iman dengan kekufuran sehingga ucapan keimanannya perlu dipertanyakan. Iman membutuhkan ketakwaan berupa pelaksanaan segala perintah Allah dan menjauhkan diri dari semua larangan-larangan-Nya.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. pernah ditanya tentang makna takwa yang sesungguhnya.
Beliau menjawab tegas:

 “Takwa adalah takut kepada Dzat yang Maha Agung, ridha dengan apa yang ada meski sedikit, dan melakukan persiapan menghadapi kematian.”

Mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah pengertian takwa yang diucapkan Imam Ali di atas sudah benar-benar kita rasakan? Apakah selama ini kita sudah merasa takut kepada Allah saat melanggar perintahNya lebih dari rasa takut kita kepada sesama manusia? Atau justru sebaliknya, kita lebih takut kepada manusia daripada takut kepadaNya ?
Oleh karena itu, marilah kita bersama-sama melakukan instrospeksi dan melihat keadaan hati kita, karena kita lebih tahu tentang diri kita daripada orang lain.

Pembaca Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Dimuliakan Allah
Terkadang kita tidak mampu melanggar peraturan-peraturan hasil daya kreasi manusia karena kita khawatir terkena denda atau hukuman. Akan tetapi, dengan berani kita melanggar undang-undang buatan Allah, padahal kita tahu bahwa siksa dan hukumanNya jauh lebih pedih dan berkepanjangan.
Jika demikian keadaan kita, sesungguhnya ungkapan bahwa kita beriman kepada Allah hanyalah di lisan saja, atau sekedar pemanis bibir semata. Sementara hati kita sebenarnya tidaklah demikian.
Pertanyaan yang sekarang wajib kita jawab adalah: “Mengapa terjadi kemunduran dalam iman kita ?”
Sesungguhnya kemunduran iman kita dikarenakan beberapa sebab, antara lain:
Pertama, kejahilan/kebodohan diri kita tentang agama Islam. Banyak dari kita membaca Al-Qur’an, namun kita tidak berusaha menyelami kandungan maknanya dan tidak pula berusaha keras untuk mengaplikasikannya.
Setiap hari kita mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illa Allah” sekian ratus bahkan mungkin ribuan kali, namun kita tidak mengingat Allah dalam hati. Sebabnya adalah karena kita tidak mengetahui dengan benar makna terdalam yang ada di kandungan kalimat tersebut.
Karenanya, kita harus betul-betul mengenal agama Islam dengan sebaik-baiknya dengan cara bertanya, belajar, dan mengaji kepada para ulama shalih. Kepada merekalah, ilmu para Nabi dan Rasul diwariskan.
Agama Islam merupakan agama kasih sayang, agama keadilan, agama yang mengajarkan toleransi yang benar, serta agama yang menyerukan pembinaan moral. Tidaklah ada sebuah kebaikan kecuali Islam berada di garis terdepan dengan memerintahkan untuk mengerjakannya. Tidaklah pula ada suatu kehinaan dari perbuatan-perbuatan buruk melainkan Islam juga yang pertama mewanti-wantinya.

 “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (Qs. Ali Imran: 85)
Sayyidina Umar bin Khaththab r.a. pernah berkata:

 “Dahulu kita adalah orang-orang hina kemudian Allah memuliakan kita dengan Islam. Maka jika kita mencari kemuliaan dengan jalan selain Islam, Allah akan menghinakan kita.”


Pembaca Kaum Muslimin dan Muslimat Yang Dirahmati Allah 
Kedua, lenyapnya rasa ikhlas. Fenomena ini sungguh mengecilkan hati. Hilangnya rasa ikhlas menyebabkan shalat tak ubahnya seperti senam harian. Puasa semacam adat dan tradisi. Zakat digelar untuk menaikkan popularitas, dan haji bagaikan bertamasya antara Makkah dan Madinah.
Padahal, tanpa keikhlasan dalam melaksanakan ibadah pasti akan menyebabkan melayangnya pahala dari Allah. Oleh karena itu, haruslah menjadi keniscayaan bagi kita untuk menjadikan amal kita selalu diiringi keikhlasan. Ikhlas merupakan ruh amal perbuatan.

“Dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepadaNya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah) kamu akan kembali kepadaNya.” (Qs. Al-A`raf: 29)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus… (Qs. Al-Bayyinah: 05)

Ketiga, merosotnya rasa yakin yang kuat kepada Allah. Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya Risalah Al-Mu`awanah wa Al-Mudzaharah wa Al-Mu`azarah (1994: 21)memberikan defenisi yakin sebagai berikut:
“Yakin adalah gambaran tentang kekuatan, keteguhan, dan keajegan iman hingga laksana gunung yang besar nan menjulang, tidak mudah digoyahkan oleh keragu-raguan dan perasaan was-was, bahkan tidak ada tempat sama sekali bagi keraguan-raguan itu sendiri dalam sifat yakin.”
Jika perasaan ragu masih menyelimuti keyakinan dalam hati, maka lambat laun hal itu akan menyebabkan kemerosotan iman kepada Allah, yang pada gilirannya menggoyahkan keyakinan kita kepada kebenaran Islam.
Di era globalisasi, pendangkalan iman marak terjadi. Perhatikan program-program kristenisasi lewat bakti sosial, pemberian bea siswa, pemberian sembako, sampai dengan cara halus lewat inflitrasi pemikiran liberalisme, sekularisme, dan pluralisme dengan kemasan bahasa memikat yang seakan-akan ilmiah dan benar adanya.
Maka cara ideal dalam mengantisipasi terjadinya kemerosotan rasa yakin yang kuat kepada Allah adalah dengan mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan jalan kebenaran dan seruan yang dikumandangkan Rasulullah SAW. Ini akan bisa kita baca lewat buku-buku karya ulama yang handal dan mempunyai kualitas yang mumpuni.

“Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Qur'an) sedang dia dibacakan kepada mereka ? Sesungguhnya dalam (Al Qur'an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-`Ankabut: 51)
Selain itu, hal berikutnya yang bisa kita lakukan adalah, setiap kali kita melihat alam sekeliling, kita seyogyanya melihat dengan pandangan penuh hikmah atas segala kecanggihan produk ciptaan Allah di jagad raya ini.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Tidakkah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu ?” (Qs. Fusshilat: 53).

Demikian itulah beberapa sebab yang dapat mengurangi keteguhan iman seorang muslim dan langkah-langkah menanggulanginya. Semoga iman yang ada di dada kita akan menjadi semakin kuat dari waktu ke waktu….! – Kholidil Amin

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.