Falsafah Air, Pelajaran Luar Biasa Dari Air (Let's Read)


Suatu saat, seorang guru bertanya kepada muridnya,
“Anakku, dengan ilmu yang kau miliki sudahkah engkau
menemukan dirimu sendiri?”
Sang murid terdiam. Waktu terus berjalan, cukup lama,
akhirnya sang murid “menemukan” dirinya sendiri ketika melihat air.
Sang guru pun membenarkan.

Siapakah manusia? Inilah masalah mendasar yang sampai saat ini masih menjadi misteri. Mengetahui jati diri kita sebagai manusia dalam pandangan Islam memang sangat penting, karena Man arafa nafsahu arafa rabbahu, barangsiapa memahami dirinya, dia akan mengetahui Tuhannya.

Banyak cara untuk mengetahui diri sendiri. Namun, harus diingat, untuk mengungkap siapakah sebenarnya manusia, lebih tepatnya siapakah kita ini, tidak bisa dibahas tuntas dalam segala lingkup perspektif. Manusia memang unik. Justru keunikan itu yang menjadikan manusia sulit didefinisikan. Setidaknya kita harus mampu mendefinisikan manusia dari satu perspektif.
Sepakat kan? Kita definisikan manusia dari satu perspektif.
Rasulullah menjelaskan bahwa Khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Kita akan ngebahas Siapakah Manusia? Dari perspektif ucapan Rasul ini dengan tujuan Man arafa nafsahu arafa rabbahu. Kali ini kita akan belajar menjadi manusia paripurna dengan mempelajari gerak-gerik air. Mengapa air? Kita pilih air karena benda yang satu ini adalah benda yang sangat dekat dengan kita, tapi paling sering kita lupakan. Setidaknya kita jarang mikir tentang eksistensi atau keberadaaan air ini.

Penting! “Jangan baca tulisan ini kalo kamu nggak bisa janji menjadi individu dengan kepribadian lebih baik”
Prinsip utama dari pembahasan kita kali ini adalah bagaimana menjadi insan yang manfaat dengan kerendahan hati.

TURUN DARI KETINGGIAN
Pernah nggak main ke air terjun? Pernah kan? Tapi bukan untuk pacaran lho! Rahasia atau pelajaran apa yang kamu temukan ketika kamu melihat air terjun. Seringkali kita mengagumi ketinggiannya, besarnya ukuran kubangan air yang diciptakan, dingin, sejuk, semilir angin. Tapi pernahkah kamu berpikir bahwa air yang engkau sentuh, sebelumnya ada di sebuah tempat yang sangat tinggi, tersembunyi, bahkan engkau tidak pernah tahu di mana dan kapan air ini keluar dari tempatnya, lalu turun dan terciptalah air terjun yang kini tengah engkau kagumi.

Allah telah menakdirkan kamu lahir dan berkembang dengan segala kemampuan yang engkau miliki. Semua orang pasti punya kemampuan dan kelebihan. Sekecil apapun kemampuan dan kelebihan yang kamu miliki, kamu harus yakin bahwa hal itu akan bermanfaat bagi orang lain. Maka, segeralah turun, seperti air terjun. Jangan hanya ada di “Menara Gading”. Nggak peduli dengan orang lain. Padahal kita tahu.

Kalo kamu lihat air yang ada di sumur, bayangkan kalo air itu tidak dikeluarkan, pasti akan menjadi air yang berbau busuk, tidak layak dikonsumsi, penuh kuman dan penyakit, jadi sarang nyamuk. Persis diri kamu, jika kemampuan yang kamu miliki tidak kamu amalkan, maka akan jadi busuk dan jadi penyakit. Membusuk, karena tidak diamalkan dan tidak bermanfaat bagi orang lain. Jadi penyakit karena yang ada hanya kesombongan, riya (ingin selalu dipuji orang), dan ujub (bangga dengan diri sendiri - GR) bahwa kita punya kemampuan.

BERDEBAM DAN JADI EMBUN
Hanya ada satu cara air turun, bergerak secepat mungkin menyentuh tanah. Begitu air di bawah, karena dentuman yang keras, terciptalah embun yang tersebar terbawa angin. Sejuk ketika buliran-buliran air menyentuh wajah.

Sudah kamu putuskan untuk mengamalkan ilmu yang kamu miliki. Maka, cepat bergerak jangan tunggu besok atau kapan lagi. Temui orang yang bisa merasakan manfaat ilmu dan kemampuan yang kamu miliki. Setelah itu jangan berhenti, sekecil apapun hembusan embun yang kamu ciptakan, harus mampu menyejukkan hati orang yang menerimanya.
Atau kamu emang memilih jadi embun. Menjumpai setiap orang tanpa orang itu tahu bahwa dirimu telah ada dihadapannya. Tanpa perlu menggotangkan daun yang paling tipis sekalipun. Embun, membasahi tanah tanpa perlu membuat becek.

Bedebam atau menjadi embun, keduanya harus engkau lakukan. Adakalanya engkau harus jatuh berdebam, adakalanya engkau harus menjadi embun yang lembut dan menyejukkan.

MENEMBUS BEBATUAN
Tahap ketiga adalah air terjun kini harus menabrak bebatuan yang telah menanti di bawah dan sekitarnya. Air melewati celah-celah bebatuan tanpa perlu memecahkannya. Air memang lemah, tapi bukan berarti ia tidak bisa menghancurkan batu. Sembari menembus celah-celah air terus bergerak turun mencari tanah yang lebih rendah. Riak tercipta setiap kali air menabrak bebatuan.

Sobat muda, jadilah pribadi yang kreatif. Carilah setiap kesempatan untuk terus mengamalkan ilmu. Jangan berhenti selama ada kesempatan. Sekecil apapun kesempatan itu, jika perlu dirimu terjepit tapi tetap engkau menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama.

TENANG DI TANAH DATAR
Air, begitu ia menenemukan tanah datar, ia langsung mengambil sikap tenang. Semakin dalam, semakin tenang. Namun, dalam sikap tenang, air tidak berhenti bergerak. Dengan tenang pula air selalu dan terus mencari tanah yang lebih rendah. Begitu menemukan, ia langsung meluncur ke bawah, seakan tidak pernah tenang sebelumnya.
Adakalanya engkau harus bersikap tenang, seakan engkau sudah tidak lagi dibutuhkan, seakan engkau tidak lagi ada. Tapi carilah dan temukan terus bumi kerendahan hati. Jangan sekali-sekali puas dengan ketenangan yang engkau dapatkan. Bersikaplah terus untuk lebih rendah hati. Atau berusahalah terus untuk menemukan kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat bagi orang lain.

TIDAK MERUSAK PENGHALANG
Dalam perjalanannya yang panjang, tidak jarang aliran air terhenti karena terhalang sesuatu. Tapi apakah air menyerah. Ya, tampaknya, karena nyatanya air terdiam dan penghalang itu tetap berdiri kokoh. Tapi perhatikanlah dengan seksama. Meski penghalang itu tidak hancur, sebenarnya pergerakan air tidak terbendung. Air terus bergerak. Namun pergerakannya begitu lembut, nyaris dan memang tidak terlihat mata. Air terus masuk ke relung tanah, membenamkan diri ke dalam tanah. Ia terus menciptakan aliran dalam tanah.

Begitulah ketika sebagai individu. Pasti suatu saat kita akan menemui penghalang dalam perjuangan kita. Jangan gegabah dalam mengambil langkah. Melawan adalah suatu kewajaran, tapi bersikap bijak lebih diperlukan dalam berjuang. Penghalang adalah bonus dari Allah. Tidak akan ada pahlawan kalo tidak ada lawan atau musuh. Jangan terpancing untuk selalu “melayani” pihak yang selalu merintangi perjuanganmu. Carilah alternatif lain hingga musuhmu masih menyangka berhasil menghalangi perjuanganmu, padahal engkau terus bergerak.

Terkadang air dengan “kelembutannya” mendobrak habis apapun yang menghalanginya. Terkadang bersikap tegas diperlukan dalam berjuang. Terkadang musuh harus diberikan shock terapi bahwa kita masih punya kehormatan, harga diri dan kemampuan untuk bertahan dan menanggapi segala sesuatu yang menghalangi garis perjuangan kita. Allahu Akbar. Namun yang perlu diperhatikan adalah kamu harus benar-benar mampu memisahkan antara sikap tegas yang harus kamu tunjukkan dan nafsu yang harus engkau luruhkan di bumi kerendahan jiwa. Masih ingat kisah Ibnu Hajar dengan tetesan air yang berhasil menciptakan lubang di atas sebuah batu?

CEPAT-CEPAT TURUN
Satu sifat universal yang dimiliki oleh air adalah dia selalu berusaha turun. Turun adalah sifat alami air. Kalaupun ada air yang bergerak naik, pasti ada ketidakwajaran, meski terkadang ketidakwajaran itu juga bersifat alami. Tapi rasanya akal lebih menerima jika air bergerak turun.

Turun dan turun. Itulah yang harus tertanam dalam jiwa setiap muslim, untuk lebih menjadi muslim yang rendah hati dan berguna bagi semua makhluk. Kalaupun perlu kamu bergerak naik, itu tidak lain agar engkau bisa bergerak turun lebih cepat. Biarlah orang lain menganggap kita rendah, tapi mulia dihadapan Allah. Biarlah manusia tidak menilai apapun yang kita lakukan, karena memang kemampuan itu murni pemberian Allah.

TEMUI SEGALA KONDISI
Mengalir, itulah kata khas air. Apa yang akan terjadi jika air berhenti mengalir? Maka berhentilah nadi kehidupan ini. Air terus mengalir. Tidak pernah air pilih-pilih aliran. Dimanapun ada tempat mengalir, air melalui dan memenuhinya : memberikan kehidupan, kesejukan, dan kedamaian. Dari aliran yang jernih hingga comberan yang penuh kotoran, air hadir di dalamnya. Air melancarkan seluruh gerakan benda yang dialirinya.

Dalam berjuang menjadi pribadi yang manfaat bagi orang lain, sama sekali kamu tidak diperkenankan pilih-pilih golongan. Bagaimana mungkin kamu dikatakan berhasil jika ternyata kamu masih pilih-pilih orang. Padahal yang lain, yang kamu benci, benar-benar menanti kehadiranmu. Kamu saja yang sering tidak tahan dengan omongan orang. Kamu tidak tahan dikatakan termasuk orang jahat hanya karena kamu berusaha dekat dengan orang jahat untuk merubah mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Di mana nilai perjuanganmu jika hanya kamu tidak siap dengan segala kondisi?

HILANG DALAM CAMPURAN
Siap nggak, kamu ada tapi dianggap nggak ada! Itulah air. Pernahkah kamu menyebut minuman berikut ini dengan kata-kata air di depannya ; kopi, susu, teh, wedang jahe, STMJ. Sebaliknya untuk hal-hal yang jelek air selalu kita ikutkan : air bah, air comberan, air liur, air kencing dan lain sebagainya. Kalo kamu siap seperti halnya air, maka empat jempol untuk kamu. Alias kamu menjadi pribadi yag super duper dech.

Tapi kebanyakan kita justru tidak siap “hilang dalam campuran”. Maunya disebut terus jasa-jasa kita, kebaikan, pemberian, peran serta kita. Pokoknya “gue banget”. Semua “karena ada saya”. Kalo perlu nama kamu dipampang di gapura kampung. Trus foto kamu dibagi-bagi ke seluruh warga kampung. Yang gitu aja belum tentu mulia di mata manusia, lebih-lebih di hadapan Allah SWT. Makanya, sebelum melangkah lebih jauh dalam berjuang menjadi pribadi yang manfaat bagi orang lain, sempurnakan dulu niat kamu.

BERKUMPUL DI LAUT
Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, akhirnya air mencapai fase terakhir perjalanan yang akan menentukan derajat kemuliaan air itu sendiri. Kini air sudah mencapai laut. Segala sesuatu luruh dalam kubangan air raksasa ini. Begitu luasnya laut, hingga sudah tidak bisa lagi dipisahkan air apa dari mana. Pada saat itulah tidak ada yang lebih mulia daripada menjadi air itu sendiri. Pada akhirnya, air-air yang Allah kehendakilah yang akan naik menjadi embun dan berkumpul di angkasa menjadi awan. Awan-awan itulah yang kelak akan menurunkan air hujan sebagai rohmat makhluk yang ada di bumi. Ketahuilah bahwa tidak akan naik setitik air kecuali ia dalam keadaan suci bersih dan Allah kehendaki.

Kalo sebelumnya kamu sudah bercampur dengan berbagai macam kondisi, kini kau sudah berada dihadapan Allah. Laut dunia adalah perumpamaan mahsyar akhirat. Hanya mereka yang terbaik yang akan Allah “naikkan” ke tahta keridloanNya. Masuk ke dalam firdaus Allah yang abadi. Ya ayyatuhan Nafs al-Mutmainnah irji’i ila robbiki rodliyatan mardliyyah, fadkhuliy  fi ‘ibadiy fadkhuliy jannatiy.
Engkau berasal dari setetes air yang hina, maka pulanglah sebagai air yang mulia. – Kholidil Amin

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.