Strategi Arla Menghadapi Krisis Boikot Produk di Timur Tengah

Strategi Arla Menghadapi Krisis Boikot Produk di Timur Tengah



A.  Pendahuluan, Tujuan, Manfaat, Cara Mencapai Tujuan
Organisasi tidak akan pernah lepas dari isu. Isu akan selalu ada dalam perkembangan organisasi. Harrison menjelaskan bawha isu adalah berbagai perkembangan, biasanya di dalam arena publik, yang dika berlanjut, dapat secara signifikan memengaruhi operasional atau kepentingan jangka panjang dari organisasi (dalam Kriyantono, 2015). Isu ada karena adanya gap antara aktivitas organisasi dan harapan publik. Publik memiliki harapan-harapan yang ingin dipenuhi oleh organisasi dengan aktivitasnya adalah hal yang wajar. Misalnya publik ingin organisasi menghargai perbedaan khususnya dalam hal agama, suku, ras dan golongan. Publik mengharapkan organisasi menjunjung tinggi toleransi di tengah keragaman yang ada.
Isu agama, suku, ras dan golongan menjadi isu yang sangat sensitif di dunia ini. Isu ini selalu ada sejak dulu di manapun, karena sebuah keniscayaan bahwa kita hidup di tengah keberagaman. Begitupun dalam organisasi, isu toleransi adalah isu yang harus terawat dan dikelola dengan baik sehingga tidak menjadi hal yang negatif bagi keberlanjutan organisasi.
Arla sebuah perusahaan asal Denmark merupakan contoh perusahaan yang mengalami krisis karena gagal mengelola isu toleransi beragama. Krisis yang dialami Arla disebabkan karena salah satu media Denmark mempublikasikan foto kartun nabi Muhammad SAW, dan hal ini langsung membuat publik khususnya warga muslim di timur tengah marah dengan kejadian ini. Kemarahan warga muslim berdampak juga pada Arla dan produk-produk Arla di boikot di Timur Tengah, karena Arla salah satu perusahaan asal Denmark dan dianggap sama ikut menghina islam.
Dari paparan di atas, penulis akan menganalisis mengenai krisis yang dialami oleh Arla. Penulis tertarik untuk melihat bagaimana strategi yang digunakan oleh Arla dalam menghadapi krisis yang sebenarnya tidak disebabkan oleh organisasinya tapi oleh organisasi lainnya. Dan bagaimana efektivitas strategi yang diterapkan oleh Arla untuk lepas dari krisis dan mengembalikan citra perusahaan dan produknya.
Hasil analisis ini harapannya dapat menjadi bahan bacaan untuk pengayaan pengetahuan terkait strategi mengatasi krisis khususnya oleh perusahaan-perusahaan multinasional dan harapannya menjadi pemicu organisasi untuk selalu melihat isu dan krisis berdasarkan teori dan tidak asal bergerak dalam menyelesaikan. Oleh karena itulah, penulis menganalisis kejadian yang menimpa Arla ini berdasarkan konsep-konsep dan teori-teori public relations agar nantinya hasil analisis based on theory dan akhirnya dapat memperkaya pengetahuan yang membacanya.

B.  Deskripsi Kasus
Arla sebagai salah satu produsen susu terbesar di Skandinavia. Industri yang bermarkas di Arhus Denmark ini memperoleh omzet penjualan tahunan mencapai US $ 480 juta dan mempekerjakan 11.000 petani berasal dari Denmark dan Swedia. Namun pasca terbitnya 12 kartun editorial yang menggambarkan Rasululloh SAW dari Koran Jyllands-Posten Denmark pada tanggal 30 September 2005 membuat Denmark diprotes kalangan muslim dan berimbas pada pemboikotan produk-produk Denmark di Timur Tengah, dan salah satunya adalah produk dari Arla. Semakin meluasnya peredaran surat kabar antara oktober 2005 dan Februari 2006 di Eropa meliputi Norwegia, Belanda, Jerman, Belgia, dan Perancis semakin menjadikan masalah yang sangat krusial. Perlu disadari bersama bahwa Muhammad SAW bagi umat Islam bukan hanya sekedar nabi namun menjadi aktor sentral yang sangat sakral dan model dari agama Islam. Munculnya kartun yang menggambarkan Muhammad SAW dianggap telah melecehkan umat Islam. Hal ini membawa dampak buruk bagi Arla yang telah membangun bisnisnya selama 40 tahun di wilayah Timur Tengah yang notabene sebagai pusat umat Islam dunia.
Pemerintah Denmark yang dalam kasus ini seharusnya ikut andil dan bertanggung jawab dalam membantu sebagai fasilitator komunikasi justru tidak melakukan perannya sebagai pemangku wewenang dan pengadil terhadap masalah yang terjadi di wilayahnya. Pemerintah Denmark justru bersifat acuh dengan tidak meminta maaf kepada publik dan menyampaikan bahwa apa yang diterbitkan media dianggap sebagai sesuatu yang sah dengan dalih kebebasan pers yang tidak dapat diintervensi.
Masalah semakin kompleks ketika pada tanggal 20 Januari 2006, tokoh politik dan agama Saudi Arabia mengimbau untuk melakukan aksi boikot terhadap produk yang berasal dari Denmark. Sementara itu pihak Arla sebagai salah satu produsen Denmark juga tidak mampu menempatkan posisi dengan baik dan hanya menyampaikan kekhawatirannya terhadap protes publik. Sehingga Arla masuk ke dalam pusaran masalah yang berujung boikot terhadap produk Denmark.
            Menurut The Issue Management Council (dikutip di Kriyantono, 2015, h. 152) menyatakan bahwa isu muncul ketika terjadi perbedaan antara harapan publik dengan kebijakan, operasional, produk atau komitmen organisasi terhadap publiknya. Dalam kasus boikot produk Arla menunjukkan adanya gap antara harapan publik khususnya wilayah Timur Tengah dengan Arla. Gap muncul sebagai konsekuensi beredarnya isu salah satu surat kabar Denmark yang memuat Nabi Muhammad. Hal tersebut membawa dampak buruk bagi Arla sebagai salah satu produsen yang berasal dari Denmark.
C.  Identifikasi Tahapan Isu dan Krisis
Menurut Hainsworsth dan Meng (dalam Kriyantono, 2015) menyebutkan tahapan-tahapan isu meliputi empat tahap, antara lain:
1.      Tahap Origin
Pada tahap ini menggambarkan adanya perhatian dari seseorang atau sekelompok terhadap isu tertentu dan memberikan opini maupun tindakan atas isu tersebut. Dalam konteks masalah boikot produk Arla, isu intoleransi atau rasisme dengan terbitnya kartun Nabi Muhammad dalam salah satu surat kabar Denmark menjadi fokus perhatian utama yang mengandung pelecehan atau penghinaan terhadap agama Islam.
2.      Tahap Mediation dan Amplification
Isu berkembang ketika adanya kelompok-kelompok yang mendukung isu tersebut. Dalam konteks masalah yang dialami Arla, adanya dukungan ummat Islam dunia untuk melakukan aksi protes terhadap kasus surat kabar yang memuat kartun Nabi Muhammad SAW. Hal ini semakin dikuatkan dengan boikot yang disampaikan pihak Arab Saudi terhadap produk Denmark.
3.      Tahap Organization
Tahap ini menjelaskan bahwa publik sudah mengorganisasi dan membentuk jaringan-jaringan. Dalam tahap ini terbagi menjadi dua bagian, meliputi: current stage yaitu isu berkembang menjadi popular karena media massa memberitakan berulang kali dan intensif. Isu kartun Nabi Muhammad semakin menyebar luas ketika berbagai Negara juga mendapat terbitan surat kabar yang memuat konten tersebut sampai Negara-negara eropa; critical stage yaitu public mulai terbagi ke dalam dua kelompok yang saling berseberangan. Dalam konteks pemboikotan prduk Denmark, terbagi menjadi dua kelompok. Di satu pihak mendukung bahwa benar adnya jika kartun Nabi Muhammad sebagai sebuah penghinaan bagi ummat Islam, dalam hal ini Arla berusaha mendukung dengan menerbitkan Koran yang memuat bahwa kartu tersebut menyinggung ummat Islam khusunya wilayah timur tengah. Namun, di sisi lain pemerintah Denmark tidak menyatakan permohonan maafnya kepada public Islam sebagi pernyataan resmi Negara.
4.      Tahap Resolution
Tahap ini menjabarkan bahwa perusahaan atau organisasi dianggap telah dapat mengatasi isu sehingga pemberitaan dan perhatian masayrakat juga menurun. Sehingga dapat diasumsikan bahwa masalah tersebut telah selesai sampai suatu saat muncul kembali dengan persoalan baru namun masih memiliki keterkaitan.
Dalam konteks masalah boikot ini, tahapan resolusi dapat ditunjukkam dengan adanya permintaan maaf dari pihak media Jyllands-Posten dan upaya dari Arla yang menempatkan iklan untuk meraih pangsa pasar kembali khususnya dengan melakukan berbagai strategi seperti mensponsori kegiatan kemanusiaan di wilayag berkembangnya isu dan krisis.
D.  Efektivitas Strategi dari Arla
    Respon Arla mengenai Produknya terhadap Aksi Boikot Timur Tengah, diantaranya:
ü  Menempatkan iklan di koran Arab Saudi yang memuat konten bahwasannya pihak Arla menganggap surat kabar yang berisi kartun Muhammad SAW dinilai telah menyinggung umat Islam.
ü  Melakukan pemasaran ulang di Timur Tengah dengan memasang iklan satu halaman penuh di 25 koran Arab Saudi.
ü  Menjadi sponsor kegiatan kemanusiaan di Timur Tengah

ü  Melakukan evaluasi sejauh mana produknya dapat diterima kembali.
Berdasarkan respon yang dilakukan pihak Arla dalam mengatasi aksi boikot Timur Tengah tehadap produk Denmark, penulis memandang bahwa perusahaan dalam hal ini gagal dalam melakukan manajemen isu. Masalah kartunisasi sosok Muhammad SAW yang dilakukan oleh surat kabar Jyllands-Piston Denmark menjadi isu yang tidak terkontrol dan membawa dampak buruk bagi perusahaan yang berujung pada aksi boikot terhadap produk Denmark. Dalam hal ini masalah tersebut telah menjadi krisis bagi Arla yang notabene sebagai produsen susu yang jangkauan pasar terbesarnya di wilayah Timur Tengah khususnya Arab Saudi.
Upaya yang dilakukan Arla untuk meredam berkembangnya isu pelecehan terhadap umat Islam, atas terbitnya kartun sakral muslim dengan menempatkan iklan di koran Arab Saudi hanya sebagai upaya menjauhkan perusahaan dari isu yang berkembang. Dalam hal ini Arla berusaha memisahkan diri dari situasi masalah yang terjadi. Hearit, K.M (1995, 2005 dikutip di Kriyantono, 2014. h. 180) menyebutkan bahwa upaya pemisahan atau ketidakterhubungan sebagai salah satu bentuk re-definition/ strategi mendefinisikan kembali atas isu yang beredar. Meskipun sebenarnya Arla juga telah beriktikad baik dengan menampilkan kesan “proislam” yang tercermin dengan pernyataannya yang menyebutkan gambar Muhammad dalam surat kabar Jyllands-Piston menyinggung. Namun, Arla berusaha lebih menonjolkan bahwa posisinya tidak terkait (disosiasi) dengan masalah kartun sosok nabi seperti yang termuat dalam surat kabar Jyllands-Piston. Perusahaan ingin menunjukkan kepada publik akan kekhawatirannya jika gambar yang dimuat salah satu surat kabar Denmark akan menuai protes karena dianggap menyinggung umat Islam khususnya konsumen produk Arla di wilayah Timur Tengah yang tentu sebagai basis muslim dunia.
Wilayah Timur Tengah terutama Arab Saudi yang menjadi pangsa pasar produk Arla tentu tidak dapat memandang sepele masalah kartun yang memuat Rasulullah Muhammad. Muhammad bagi umat Islam tidak hanya menjadi tokoh agama, namun sudah terlegitimasi dalam konsepsi umat Islam bahwa Muhammad adalah suri tauladan kehidupan. Sehingga dalam hal ini, perspektif umat Islam yang sangat mengagungkan sosok Muhammad sebagai utusan Allah, melihat munculnya gambar Muhammad dalam terbitan surat kabar Jyllands-Piston sebagi sebuah penghinaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya protes dari umat Islam di seluruh dunia, seperti adanya pembakaran kedutaan besar Norwegia dan Denmark di Damaskus dan Beirut, serangan terhadap kedutaan Denmark di Teheran, dan penyerbuan gedung Uni Eropa di kota Gaza menuntut permintaan maaf pihak Denmark dan Norwegia.
Penulis dalam tulisan ini mencermati kasus yang terjadi mengenai boikot produk Arla mengarah pada kegagalan praktik public relations terkait fungsi dan peran manajerial PR. Menurut Cutlip (2009, dkutip di Kriyantono, 2015 dalam diskusi kelas Manajemen Krisis) menyebutkan fungsi public relations dalam konteks managerial role terdapat tiga poin, meliputi expert presciber, fasilitator komunikasi dan problem solving. Dalam kaitannya dengan boikot produk Arla, penulis menyebutkan bahwa ini merupakan kegagalan praktik PR dalam menerpakan fungsinya secara manajerial. Arla tidak mampu mendiagnosis masalah yang terjadi sehingga berujung dalam situasi krisis dan aksi boikot. Sebagai sebuah perusahaan yang memiliki pangsa besar umat Islam khususnya wilayah Timur Tengah, seharusnya Arla lebih peka dalam menyikapi beredarnya kartun sosok nabi yang menjadi identitas muslim. Sementara itu, dalam peran PR sebagai fasilitator komunikasi juga tidak dapat diperankan Arla dengan baik. Mereka justru tidak berusaha melakukan komunikasi secara menyeluruh baik dengan pihak surat kabar Jyllands-Piston maupun dengan pemerintah Denmark sebagai tempat produksi mereka. Sehingga dengan dua peran manajerial yang gagal dilakukan menyebabkan penyelesaian masalah yang dilakukan pihak perusahaan juga tidak baik. Namun dalam hal ini sifat optimis masih dimiliki Arla dengan melakukan beberapa strategi untuk menjaga agar operasional industrinya tetap berjalan, meliputi melakukan pemasaran ulang di wilayah Timur Tengah dengan menerbitkan iklan satu halaman penuh di 25 koran Arab Saudi, secara perlahan berusaha mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan evaluasi sejauh mana konsumen dapat membeli produknya kembali sampai mendukung kegiatan kemanusiaan di wilayah Timur Tengah. Penjualan mulai kembali normal di beberapa wilayah negara, namun untuk wilayah Arab Saudi produk Arla masih sangat sulit diterima kembali setelah kasus surat kabar yang memuat gambar Nabi Muhammad SAW beredar.
Konfederasi industri Denmark menanggapi aksi boikot terhadap produk Denmark dengan menghimbau pihak surat kabar Jyllands-Piston untuk meminta maaf kepada publik khususnya bagi umat Islam. Imbauan tersebut telah dilakukan baik pihak surat kabar sendiri maupun seniman yang membuat gambar Nabi Muhammad dengan menerbitkan surat terbuka melalui website. Namun di sisi lain, pemerintah Denmark sebagai negara yang memiliki otoritas penuh dalam masalah ini tidak bersedia untuk menguatkan upaya permintaan maaf yang dilakukan oleh pihak Jyllands-Piston sebagai permintaaf resmi atas nama negara. Sehingga pemulihan citra Denmark khususnya produk dari Denmark terhadap umat Islam wilayah Timur Tengah lebih sulit dilakukan karena tidak adanya dukungan dari pemerintah untuk mengambil kendali masalah tersebut.
Produsen susu yang menjangkau pasar Timur Tengah tidak hanya Arla. Arla memiliki kompetitor, salah satunya Nestle. Nestle sebagai salah satu raksasan produsen susu yang juga menjangkau pasar wilayah Timur Tengah melakukan startegi re-definition dan berhasil. Pihak Nestle mengonfirmasi kepada publik sasaran dengan menyebutkan bahwa perusahaan tersebut tidak berasal dari Denmark melainkan Swiss. Sehingga pesan tersebut direspon positif oleh publik yang menegaskan bahwa Nestle bukan yang menghina umat Islam.
Boikot terhadap produk Denmark, menyebabkan Arla mengalami kelumpuhan dalam operasional industri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pembatalan pesanan dari konsumen maupun adanya pemutusan hubungan kerja bagi karyawan Arla. Sehingga perusahaan yang telah dirintis 40 tahun hancur dalam kurun waktu lima hari (Regester & Larkin, 2008). Maka dari itu, seharusnya sebagai perusahaan yang meletakkan target pasarnya umat Islam seperti yang dilakukan Arla dengan target pasarnya wilayah Timur Tengah harus mampu memahami publik Islam secara menyeluruh. Perusahaan tidak bisa hanya melepas tanggung dengan menyatakan itu bukan menjadi bagian perusahaan atau justru berusaha menjauhi persoalan. Karena fakta menyebutkan bahwa domisili Arla berada di Denmark yang notabene menjadi satu kesatuan dengan masalah yang beredar. Pihak Arla tidak mampu mendeteksi isu dengan baik, yang kemudian isu tersebut membawa dampak buruk bagi perusahaan. Dalam hal ini akan menjadi bomerang bagi sebuah perusahaan tatkala pengambilan posisi yang salah dilakukan. Seperti dilakukan Arla yang salah untuk menempatkan posisinya di mata publik dan tentu akan menjadi preseden buruk yang membawa kesan negatif bagi publik. Publik menganggap Arla menjadi bagian yang mendukung terbitnya gambar Nabi Muhammad. Sehingga upaya re-definition dengan menjauhkan diri untuk terlibat persoalan menjadi blunder sendiri bagi perusahaan.

Daftar Pustaka
Kriyantono, Rachmat. (2015). Public Relations & Crisis Management: Pendekatan Critical Public Relations Etnografi Ktitis & Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Kriyantono, Rachmat. (2014). Teori Public Relations Perspektif Barat dan Lokal: Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media.

-----------------------------------
Terima kasih sudah berkunjung ke blog Kholidil Amin
✒ Siapa kah Kholidil Amin ?
Kholidil Amin adalah penulis dan peneliti pemula. Menulis dan melakukan penelitian menjadi
hobinya. Kholidil Amin memiliki ketertarikan dan antusiasme dalam bidang ilmu komunikasi seperti
komunikasi massa, public relations, communication & innovation dan science communication.
Kholidil Amin juga orang yang senang untuk berbagi dengan para temannya tentang penelitian,
kompetisi ilmiah dan organisasi. Media sosial menjadi sarana untuk dapat berbagi ke khalayak yang
lebih luas.

✒ Motto dari Kholidil Amin ?
"Jadilah berilmu dan berakhlak baik, maka kita akan menjadi mulia apapun pekerjaan kita. Tuhan
akan mengangkat derajat orang yang berilmu dan berakhlak baik" (Kholidil Amin)
---------------------------------
Social Media
LinkedIn: http://linkedin.com/in/kholidilamin
Instagram: http://instagram.com/kholidilamin
Twitter: http://twitter.com/kholidilamin
Facebook: http://facebook.com/kholidilamin

Best Regards,

Kholidil Amin

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.