Belajar Menjadi Hamba Yang Bijak

Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad Berkata:
“Sebodoh-bodohnya orang yang bodoh adalah orang yang bertambah mengenal luasnya rahmat Allah justru semakin berani bermaksiat kepada-Nya.”

Orang bodoh berarti lawan orang yang berilmu. Orang berilmu disayang Allah sementara orang yang bodoh dijauhi oleh-Nya. Namun manusia yang paling bodoh, dalam pandangan Habib Abdullah Al-Haddad, adalah orang yang mengenal samudera rahmat Allah tapi malah semakin berani bermaksiat kepada-Nya.
Yang logis adalah, semakin kita mengenal Allah, semakin patuh dan taat kita kepadaNya. Adalah keliru ketika kita menyadari betapa Allah Maha Pengampun-Maha Penyayang, kita melihat maksiat yang kita lakukan dengan pandangan meremehkan, “toh nanti juga akan diampuni.”

Memang betul, Allah Maha Pengampun yang ampunanNya terbentang di sepanjang waktu. Akan tetapi, ampunan yang disediakan dan pintu taubat yang dibukakan diperuntukkan bagi orang yang takut kepada Allah, orang-orang yang takut kepada siksa-Nya, bukan mereka yang mengecilkan arti dosa.
Dalam masalah ini Allah memberikan sifat kepada orang yang berilmu sebagai orang yang takut kepadaNya.

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Al-Fathir [35]: 28).

Yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah. Nabi pernah berkata bahwa seseorang yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah baik amal perbuatannya akan bertambah jauh dari Allah.

Dalam sebuah sabdanya Rasul menyatakan:
“Wahai anak Adam, taatlah kepada Tuhanmu maka kamu layak dinamai sebagai orang berakal. Janganlah bermaksiat kepada-Nya maka kamu akan dinamai sebagai orang bodoh.”

Dalam konteks berbeda, anak yang pintar akan sadar bahwa ayahnya bekerja keras. Ia tak akan menyia-nyiakan waktunya dalam kelalaian dan tenggelam dalam lautan maksiat. Lebih ditekankan, jika ia diberi amanah, misalnya untuk belajar di pesantren, universitas atau lainnya, ia akan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu. Ia sadar bahwa cinta dan kasih kedua orang tuanya tidak boleh disia-siakan. Semakin ia sadar tentang hal ini, semakin ia berusaha menggembirakan hati orang tuanya dengan perbuatan yang membuat mereka ridha.
Bukan malah sebaliknya. Tahu bahwa ibunya mencurahkan cinta yang besar kepadanya, ia memanfaatkan kecintaan sang bunda dengan melakukan hal-hal yang melukai perasaannya. Semua yang kita lakukan akan tertulis di hadapan Allah, karena Ia tidak pernah lalai dan tidur di dalam mengawasi perbuatan kita.

Nabi Saw. bersabda:
“Barangsiapa bermaksiat kepada Allah padahal ia sadar bahwa Allah melihatnya maka ia telah meremehkan pandangan Allah atasnya. Dan barangsiapa bermaksiat kepada Allah sembari meyakini bahwa Allah tidak mengetahuinya maka ia telah kufur.”

Dengan kata lain, dengan mengenal Allah dimaksudkan agar rasa khauf (takut) kita untuk bermaksiat kepada Allah semakin tertanam di hati. Nabi mencontohkan kepada kita tentang kesungguhan beribadah meski beliau terjamin keselamatannya dari dosa dan siksa. Beliau tetap istighfar, meminta ampun, melelehkan air mata dalam sujud sampai basah tempat sujud oleh air matanya. Beliau tetap shalat hingga kedua kakinya bengkak. Nabi melakukan itu semua sebagai rasa syukurnya kepada Allah. “Apa aku tidak seharusnya menjadi orang bersyukur?”, kata Nabi dalam menjawab pertanyaan Aisyah yang merasa sangat heran terhadap ketekunan ibadah nabi yang begitu mengagumkan, padahal beliau adalah kekasih Allah.

Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman yang artinya: “Demi kemulian-Ku dan keagungan-Ku, Aku tidak mengumpulkan dua ketakutan dan dua rasa aman sekaligus dalam diri hamba-Ku. Siapa yang merasa takut dari-Ku, Aku akan jadikan aman di hari kiamat tapi barangsiapa yang merasa aman dari siksa-Ku, aku jadikan ia ketakutan di akhirat.”

Jangan kita menjadi orang yang mudah tertipu oleh kemampuan materi para koruptor, kesehatan para pemabuk, kelanggengan usia para peleceh Islam, sebab semua itu adalah tipuan yang membuat mereka semakin hanyut dalam kenistaannya. Rahmat Allah yang demikian luasnya seharusnya membuat kita lebih mawas diri dan berhati-hati. Menjaga diri jauh-jauh dari dosa, dan senantiasa memperbaiki hubungan denganNya, adalah sikap terpuji yang akan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat kelak.....! – Kholidil Amin

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.